Contoh Paper Akhir Mahasiswa Huk & Kessos

 

Jaminan Sosial di UI

jaminan sosial terhadap pekerja sosial di Klinik Bina Wicara

Pelaksanaan Jamkesda di Kota Depok

Pelaksanaan K3 dan Jamsostek bagi buruh bangunan sektor informal

Perkumpulan Sosial Warga Silahi Sabungan

Posted in Hukum & Kesejahteraan Sosial | Leave a comment

Materi Kuliah Hukum & Kes-Sos Dec 2013

Skema Bantuan Sosial Masyarakat

advokasi sosial pada UU 11 th 2009 – 23 Nov 2011

Advokat & Bantuan Hukum Struktural – Dec 2013

Posted in Hukum & Kesejahteraan Sosial | Leave a comment

ASEAN Human Rights Architecture – by Sriprapha Petcharamesree

Sriprapha Petcharamesree ERR11

Posted in Human Rights | Leave a comment

Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia

pwd-sit-bahasa

Posted in Bahan bacaan | Leave a comment

Korban Densus 88

keluarga korban penangkapan mengadu ke Komnas HAM

Posted in Terrorism & Human Rights | Tagged | Leave a comment

Pertumbuhan Penduduk Indonesia Mengkhawatirkan

Pertumbuhan Penduduk sudah Lampu Merah

Survey kependudukan Indonesia

Posted in Health Security | Leave a comment

Jumlah Dokter Masih Kurang Jelang 2014

Jumlah dokter masih kurang jelang 2014

Posted in Social Security Rights | Leave a comment

Pasien KJS Kaget Disuruh Bayar Rp 65.000 untuk Rontgen

Pasien KJS Kaget Disuruh Bayar Rp 65.000 untuk Rontgen

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/23/0830399/Pasien.KJS.Kaget.Disuruh.Bayar.Rp.65.000.untuk.Rontgen?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp

  • Senin, 23 September 2013 | 08:30 WIB
Warga Pademangan Timur Jakarta Utara menunjukkan Kartu Jakarta Sehat, yang diberikan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, Sabtu (10/11/2012). Kartu ini dibagikan secara bertahap kepada seluruh penduduk DKI untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. | TRIBUN / HERUDIN
JAKARTA, KOMPAS.com — Hery Purnomo (36) warga Koja, Jakarta Utara, kaget ketika harus membayar Rp 65.000 untuk rontgen. Dalam pikirannya, sebagai pemegang Kartu Jakarta Sehat (KJS), rontgen termasuk gratis.

Berbekal Kartu Keluarga (KK) dan KTP DKI Jakarta, Hery mendaftar ke puskesmas dekat rumahnya untuk mendaftar rontgen. Rencananya, dia mau melamar pekerjaan, namun salah satu syaratnya adalah menyertakan hasil rontgen.

“Saya kira gratis rontgen pakai KJS, ternyata harus membayar. Padahal saya adalah pasien KJS,” kata Hery, Jumat (20/9/2013).

Karena harus membayar, Heru menarik lagi berkas yang telah diserahkan ke petugas puskesmas. Namun, dia juga sempat berdebat dengan petugas karena dimintai uang retribusi Rp 2.000. Petugas tersebut mengatakan, hal tersebut sesuai dengan Perda No 68 Tahun 2012 tengang Tarif Pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan.

“Saya enggak tahu kenapa ada biaya retribusi pelayanan kesehatan puskesmas Rp 2.000. Karena menurut saya, kalau warga asli DKI enggak kena biaya, tapi kalau dari luar DKI sudah pasti kena biaya retribusi,” ucap Hery.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Puskesmas Kecamatan Koja Mujiman menyatakan, warga yang hendak memeriksa kesehatan di luar permintaan dokter puskesmas akan dikenai biaya retribusi. Hal itu sudah diatur dalam Perda No 68 Tahun 2012.

Menurut Mujiman, biaya Rp 65.000 untuk ongkos rontgen dan jasa dokter membaca hasil rontgen. Rp 50.000 untuk ongkos rontgen dan Rp 15.000 untuk jasa dokter yang membaca hasil rontgen.

“Kami tidak punya dokter spesialis Radiologi, makanya kita pakai jasa dokter lain di luar untuk membaca hasil rontgen,” kata Mujiman, yang menyebut RS Koja melayani 200-300 pasien setiap harinya.

Posted in Social Security Rights | Leave a comment

Buruh Outsourcing PLN Ancam Matikan Listrik Jakarta

Buruh “Outsourcing” PLN Ancam Matikan Listrik Jakarta

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/23/1145144/Buruh.Outsourcing.PLN.Ancam.Matikan.Listrik.Jakarta

  • Penulis :
  • Kurnia Sari Aziza
  • Senin, 23 September 2013 | 11:45 WIB
Ilustrasi: Lanskap kota Jakarta yang bermandikan cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit, Kamis (14/2/2013) malam. | KOMPAS/PRIYOMBODO

JAKARTA, KOMPAS.com – Buruh Perusahaan Listrik Negara (PLN) menuntut agar status mereka naik dari pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap. Apabila tuntutan itu tidak segera dipenuhi PLN, mereka mengancam akan memadamkan listrik di Jakarta.

“Target pertama kita yang jadi sasaran adalah gedung-gedung pemerintahan, seperti Istana, Gedung DPR MPR, Balaikota, dan semua kementerian. Masih tidak ada upaya penyelesaian, tidak menutup kemungkinan kami padamkan listrik seluruh Jakarta,” kata Koordinator aksi Gerakan Bersama Pekerjaan Outsourcing BUMN Yudi Winarno kepada Kompas.com, Senin (23/9/2013).

Yudi menganggap kontrak kerja sudah melanggar Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Saat ini, DPR RI telah membentuk panitia kerja (panja) untuk mengatasi permasalahanoutsourcing BUMN. Namun, masih belum ada kesepakatan dari Panja yang beranggotakan anggota DPR dengan Menteri Negara BUMN.

Oleh sebab tidak ada indikasi yang meyakinkan oleh Dirut PLN agar patuh kepada UU, maka buruh tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan aksi mogok. Aksi itu, kata dia, akan bersinergi dengan aksi mogok nasional yang akan dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), pada 30 Oktober 2013 mendatang.

Yudi menceritakan, sebelumnya ada temannya sesama outsourcing di PLN. Sudah 30 tahun menjadi karyawan outsourcing dan meninggal karena tersetrum. Ia pun tidak mendapatkan jaminan, karena hanya berstatus menjadi outsourcing.

Padahal, menurut dia, karyawan outsourcing itu seharusnya tidak mengerjakan hal-hal inti. Pegawai outsourcing hanya mengerjakan pekerjaan tidak inti, seperti security, cleaning service, catering, driver, dan pekerja lepas tambang.

Penanggung jawab outsourcing KSPI itu juga mengatakan, seharusnya outsourcing itu hanya berlaku selama dua tahun. Apabila pegawai sudah bekerja lebih dari dua tahun, pegawai layaknya diangkat kontrak dan menjadi pegawai tetap.

Selama menjadi outsourcing, mereka mendapat upah setara Upah Minimum Provinsi (UMP). Upah mereka dipotong apabila dalam penilaian atau evaluasi, kinerja mereka dianggap kurang memuaskan.

“Seluruh Indonesia ada 70.000 pegawai outsourcing. Makanya, kita tuntut kepastian pemerintah,” kata Yudi.

Posted in Social Security Rights | Leave a comment

Fasilitas Kesehatan Lansia Kurang

Fasilitas Kesehatan Lansia Kurang

Senin, 5 Agustus 2013 | 09:28 WIB
KOMPAS.com – Indonesia belum memiliki fasilitas kesehatan memadai untuk mengantisipasi lonjakan jumlah orang lanjut usia. Saat ini baru ada 528 puskesmas santun lansia di Indonesia, sedangkan jumlah orang lansia yang membutuhkan perawatan kesehatan mencapai 17,7 juta orang.
Pemerintah masih menambah jumlah puskesmas santun lansia setiap tahun untuk mempermudah perawatan orang lansia sakit. ”Tapi, belum bisa mengimbangi penambahan jumlah orang lansia,” kata Ketua II Komisi Nasional Lanjut Usia Toni Hartono, Sabtu (3/8), di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mendefinisikan orang lansia sebagai orang berusia di atas 60 tahun. Adapun puskesmas santun lansia merupakan pusat kesehatan dengan program dan fasilitas untuk memudahkan orang lansia mendapat pelayanan kesehatan. Fasilitas itu, antara lain penerapan layanan satu atap yang membuat orang lansia tak perlu berpindah ruangan saat berobat.

Toni mengungkapkan, Indonesia akan menghadapi ledakan jumlah orang lansia dalam beberapa dekade mendatang karena peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kelahiran. Sejak 1980-2010, rata-rata peningkatan jumlah lansia tiap sepuluh tahun 3,33 juta orang. Namun, berdasar proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), penambahan jumlah lansia pada 2010-2020 akan mencapai 10,8 juta orang.

Sensus Penduduk 2010, ada 18,04 juta lansia (7,6 persen total penduduk). Jumlah itu diproyeksikan akan meningkat menjadi 28,88 juta orang (11,34 persen).

Sementara itu, proyeksi Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), jumlah orang lansia di Indonesia akan mencapai 80 juta orang (25 persen) pada tahun 2050.

Peningkatan jumlah orang lansia disertai peningkatan kebutuhan terhadap layanan kesehatan, karena mereka yang berusia lanjut biasa menderita sejumlah penyakit. Kementerian Kesehatan memperkirakan, hanya 1,8 persen orang lansia sehat sehingga sedikitnya ada 17,7 juta yang butuh layanan kesehatan.

Permasalahan orang lansia

Problem utama orang lansia adalah gangguan organ tubuh, misalnya gangguan penglihatan dan pendengaran, serta penurunan kemampuan berjalan. Riset Kesehatan Dasar 2007, lebih dari 50 persen orang berusia di atas 55 tahun mengalami disabilitas. Masalah utama lain adalah katarak, penyakit sendi dan tulang, penyakit gigi mulut, stroke, hipertensi, dan sebagainya.

Namun, kebutuhan itu belum disertai jumlah fasilitas kesehatan memadai. Data Kementerian Kesehatan, sampai Juni 2013, baru ada 528 puskesmas santun lansia di 231 kabupaten/kota di Indonesia. Selain puskesmas, layanan kesehatan juga dilakukan melalui posyandu orang lansia yang kini berjumlah 69.500 unit.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati mengatakan, posyandu orang lansia berperan penting menjaga kesehatan mereka. ”Posyandu lansia diisi senam, pemeriksaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, dan permainan,” ujarnya.

Hingga Juni 2013, ada 1.512 posyandu orang lansia di Jakarta. Namun, implementasi posyandu orang lansia belum maksimal.

Menurut Sri Mulyana, pengelola Posyandu Lansia Samara di Kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, dukungan pemerintah kepada posyandu lansia di wilayahnya kurang. Sejak 2002, Sri dan 10 tetangganya membuat posyandu lansia swadaya.

”Pihak kelurahan dan puskesmas beralasan tidak ada dana untuk posyandu lansia. Bahkan tenaga kesehatan dari puskesmas juga jarang datang ke acara rutin tiap bulan,” kata Sri. (K02)

 

Posted in Aging Issues | Leave a comment